Roller-Coaster Keadaan Politik Pakistan: Nasib Negara di Tangan Sipil, Ulama, dan Umum.

Pada pemilihan umum terakhir yang diadakan pada 2018 lalu, Pakistan Tehreek Insaaf yang bisa dikategorikan partai termuda diantara lainnya dan membawa wajah baru (Imran Khan) mendapatkan kursi terbanyak, meninggalkan 2 partai terbesar lainnya; Pakistan Muslim League-N yang merupakan pewaris dari dinasti Sharif (Shahbaz Sharif, adik Nawaz Sharif) dan Pakistan People Party yang diketuai oleh Bilawal Bhutto, anak dari Benazir Bhutto dan cucu dari Dzulfikar Bhutto, mantan perdana menteri Pakistan.

Secara historis, sejak partisi di tahun 1948 Pakistan tidak pernah memiliki perdana menteri yang mampu merampungkan masa jabatan. Liaquat Ali Khan dibunuh dalam masa jabatan, setelahnya (Khawaja Nizamuddin dan Mohammad Ali Bogra) harus digulingkan oleh Gubernur Jendral, adapun yang mengundurkan diri (Chaudry Muhammad Ali, Huseyn Shaheed Suhrawardy, Nurul Amin, dan Nawaz Sharif ketika menjabat pertama kali). Beberapa juga harus mencukupkan masa jabatannya karena kudeta yang dilancarkan oleh kelompok militer; Dzulfikar Bhutto oleh Zia Ul Haq dan Nawaz Sharif oleh Parwez Musharraf.  Lain sebab, juga karena dilengserkan oleh Mahkamah Agung dan juga oleh Mosi Tidak Percaya (No-Confidence Motion).

Dari sejarah tersebut kita bisa membuat perkiraan untuk menakar bagaimana masa depan akan terbentuk. Sejak awal tahun ini, posisi PM Imran Khan mengalami goncangan yang cukup hebat. Bagaimana tidak, terdapat wacana 100 tahun perjanjian damai dengan India yang dikeluarkan oleh PM Imran Khan, hal tersebut memantik amarah beberapa kalangan masyarakat. Belum lagi narasi Oposisi yang dipimpin oleh Shahbaz Sharif tentang kegagalan atas manajemensi ekonomi dan masalah konstituen yang ada serta tuduhan korupsi para pejabat tingkat atas.

Oposisi percaya bahwa mereka memiliki kekuatan di Majelis Nasional (National Assembly)  yang beranggotakan 342 orang untuk mengalahkan Khan dalam Mosi Tidak Percaya (No-Confidence Motion), yang membutuhkan mayoritas sederhana di parlemen. Dengan pertimbangan keikutsertaan para anggota pembangkang PTI di Parlemen dan sekutu koalisi Imran Khan yang tidak puas dalam koalisi oposisi.

Secara garis besar oposisi yang jelas terlihat terdiri dari 3 kelompok utama ; Pertama, Sharif Family yang direpresentasikan melalui partai PML-N, partai tengah-kanan yang didirikan Nawaz Sharif pasca bubarnya Islami Jamhoori Ittehaad (sebuah koalisi kanan-jauh dan kanan dalam melawan PPP yang tengah-kiri). Kedua, Bhutto and Zardari Dynasty yang menguasai partai PPP, partai tengah-kiri yang diturun temurunkan sejak Dzulfikar Bhutto sampai cucunya hari ini, Bilawal Bhutto. Ketiga, Duet Sirajul Haq dan Fazlur Rahman. Muttahida Majlis Amal merupakan konsorsium bersama dari golongan konservatif, kanan, dan kanan-jauh. Sirajul Haq merupakan pembesar Jamiat Islami (JI) dan Fazlur Rahman adalah pimpinan Jamiat Ulama Islam (JUI).

Namun, seperti yang penulis paparkan di dalam judul, politik Pakistan mau tidak mau akan selalu berhubungan dengan kelompok militer. Karena secara sejarah, pemerintahan yang kuat di Pakistan adalah pemerintahan bercorak militeristik atau sipil-militer. Maka dapat dikonklusikan terdapat 3 kalangan yang memegang pengaruh kuat dalam percaturan politik Pakistan; Pertama, Kelompok sipil, kelompok ini lebih banyak diisi oleh para pewaris tahta dinasti dari keluarga Sharif, Bhutto, dan Zardari. Kalangan ini hampir selalu mengisi wajah perpolitikan Pakistan selama beberapa dekade terakhir. Imran Khan juga dikategorisasikan dalam kelompok sipil namun dia tidak menjual sisi nasab nya melainkan popularitasnya sebagai figur atlet yang banyak berkecimpung di dalam ranah sosial kemasyarakatan. Kedua, Kelompok Islamis garis keras ala Abu A’la Maududi. Kalangan ini banyak diisi oleh para kaum Islamis yang menerima pembelajaran Politik Islam ala IML (Indian Muslim League), sebuah pencampuran antara Dars Nizami dan Ilmu Politik. Dan menilik sosio-kultur Pakistan yang sangat-sangat menjunjung tinggi arti nilai-nilai keagamaan, tentunya kelompok ini memiliki pengaruh besar dalam percaturan politik Pakistan. Coba saja suruh perdana menteri untuk menghina Nabi Muhammad, mungkin di hari itu juga ia akan lengser. Ketiga, terakhir adalah kelompok militer, tidak bisa dipungkiri sejarah mengatakan hal ini. Jika pemerintahan di Pakistan dikuasai oleh sipil maka kelompok militer akan melawannya ( Dzulfikar Bhutto melawan Zia ul Haq atau Nawaz Sharif melawan Parwez Musharraf) dan begitu sebaliknya (Zia Ul Haq dilawan oleh Benazir Bhutto). Demikian secara implisit menjelaskan besarnya pengaruh militer dalam politik Pakistan. Tentunya kita juga bisa melihat bagaimana peran Menteri Dalam Negeri (Interior Minister) dan Badan Intelejen Negara (Inter-Services Intellegence) yang begitu besar.

Dari penjelasan tersebut, oposisi juga melihat kesempatan kelompok militer bergabung dengan mereka. Hal ini tersirat dari gagalnya diplomasi antara PM Imran Khan dan panglima militer Jenderal Qamar Bajwa. Pada bulan Oktober tahun lalu, PM Imran Khan dan panglima militer Jenderal Qamar Bajwa terlibat dalam perselisihan sengit selama berminggu-minggu mengenai penggantian jabatan Dirjen ISI negara itu, yang saat itu masih dijabat oleh Jenderal Faiz Hameed, dimana PM Imran Khan ingin melanjutkan jabatannya.

Pada akhirnya Jenderal Faiz Hameed digantikan sebagai Dirjen ISI. Tetapi gaung politik dari kebuntuan itu sangat kuat. Dan mengamini bahwa PM Imran Khan mulai kehilangan posisi di kelompok militer dan kelompok militer berbalik arah memberikan dukungan pada pihak oposisi.

Dengan lobi-lobi politik yang terus terjadi pada beberapa hari terakhir, demonstrasi yang dilakukan oleh kedua belah pihak, perang opini yang terjadi di media sosial hingga memberitakan berita-berita palsu, dan berbagai insiden-insiden tak terduga sepanjang sidang parlemen. Pada hari ini, mosi tidak percaya dinyatakan inkonstitusional dan melanggar Article 5 mengenai loyalitas kepada negara.

Sidang dimulai setelah penundaan singkat lebih dari 30 menit dengan pembacaan Al-Qur’an. Juru Bicara parlemen Qasim Suri memimpin sesi sidang parlemen yang menentukan posisi Imran Khan sebagai perdana menteri. “Saya selaku juru bicara memberikan putusan bahwa mosi tidak percaya terhadap PM Imran Khan ditolak,” kata Suri menjelang menunda sidang hingga waktu yang tidak ditentukan.

Namun meski begitu, ketidakpastian ini tentunya masih berlanjut dengan berbagai persoalan sebagai berikut; Pertama, parlemen (National Assembly) akan dibubarkan menyusul seruan PM Imran Khan untuk mengadakan pemilihan. Kedua, gonjang-ganjing akan posisi gubernur provinsi Punjab. Ketiga, kabinet PM Imran Khan dibubarkan oleh Presiden Alwi. Keempat, opini-opini masyarakat terpecah di media sosial, di satu sisi melihat ini sebagai independensi Pakistan dalam melawan intervensi asing melalui politik atau sebagai lanjutan kekacauan demokrasi yang ada.

Kita tunggu saja.

Penulis : Tata Auniy

3 thoughts on “Roller-Coaster Keadaan Politik Pakistan: Nasib Negara di Tangan Sipil, Ulama, dan Umum.”

  1. Magnificent goods from you, man. I’ve bear in mind your stuff prior to and you
    are just too fantastic. I really like what you’ve
    got right here, certainly like what you are stating and the best way by which you say it.
    You are making it entertaining and you still take care of to stay it sensible.
    I can not wait to read much more from you.

    This is actually a great website.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *