Peralihan Konservatif ke Kiri, Ring Tinju Selanjutnya antara AS dan Tiongkok

Fakta

  1. Terdapat gelombang kebangkitan dari spektrum kiri di regional Amerika Latin pasca fenomena Pink Tide di awal 2000an. Sebelumnya, spektrum konservatif berhasil menduduki banyak kursi kepemerintahan di regional Amerika Latin pada pertengahan 2010.
  2. Argentina, Oktober 2019, Alberto Fernandez (Partai Justicialist : Kiri) naik ke kursi kepresidenan Argentina menggantikan Mauricio Macri (Partai Proposal Republik : Kanan Tengah). Bolivia, Oktober 2020, Luis Arce meneruskan Evo Morales sebagai presiden Bolivia, keduanya merupakan politisi berpartai haluan kiri (Movement Toward Socialism). Peru, Juli 2021, Pedro Castillo, seorang pemimpin serikat pekerja dan berhaluan kiri menjadi presiden Peru mengalahkan Keiko Fujimori, seorang putri tertua dari mantan presiden Peru, Alberto Fujimori. Chile, Maret 2022, Gabriel Boric dari partai Social Convergence memenangkan kursi kepresidenan Chile. Kolombia, Agustus 2022, Gustavo Petro, mantan walikota Bogota (Ibukota Kolombia) yang seorang politisi berhaluan kiri berhasil mengalahkan Rudolfo Hernandez Suares yang berhaluan konservatif kanan.
  3. Terbaru, Brazil, negara terbesar di Amerika Latin, dimungkinkan akan mengalami hal yang sama, transisi spektrum pemerintahan dalam pemilihan nasional di bulan ini. Jajak pendapat menunjukkan bahwa mantan presiden Luiz Inácio Lula da Silva, seorang sayap kiri yang berapi-api, memiliki keunggulan jauh dalam popularitas dari petahana, Presiden Jair Bolsonaro. Lula baru saja memenangkan 48 persen suara di putaran pertama pemilihan, dengan Bolsonaro mengamankan 43 persen.
  4. Tiongkok hendak memperluas pengaruhnya melalui “South-South Cooperation” sebuah kerangka kerja pembangunan yang berfokus pada bantuan, investasi, dan perdagangan. Fokus Tiongkok adalah pada soft power (memperkuat ikatan budaya dan pendidikan) yang dinilai telah mampu membangun citra politik Beijing yang baik dengan negara-negara Amerika Latin serta menampilkan dirinya sebagai mitra alternatif yang layak selain Amerika Serikat dan negara-negara Eropa.
  5. Tetapi Amerika Serikat dan sekutunya khawatir bahwa Beijing menggunakan hubungan ini untuk mengejar tujuan geopolitiknya, termasuk pengakuan negara-negara Amerika Latin mengenai Taiwan adalah bagian dari Tiongkok serta untuk mendukung rezim otoriter. Presiden AS Joe Biden, yang melihat Tiongkok sebagai “pesaing strategis” di kawasan itu, sedang mencari cara untuk melawan pengaruhnya yang semakin besar.

Analisa

  1. AS akan menanggapi hal ini dengan serius, program B3W, Build Back Better World bersama G7 diproyeksikan sebagai ujung tombak dalam membendung ekspansi pengaruh Tiongkok terkhusus di regional Amerika Latin.
  2. Kemudian dua kebijakan United States Innovation and Competition Act dan America COMPETES Act of 2022, ditujukan untuk menantang dominasi Tiongkok di sektor sains dan teknologi Amerika Latin dengan meningkatkan investasi AS dalam penelitian dan pengembangan.
  3. Tentunya dengan masih adanya fenomena VUCA di tataran global, persaingan antara AS dan Tiongkok di regional Amerika Latin menjadi salah satu kunci utama dalam upaya meredam pengaruh antara keduanya. Secara geopolitik, AS tentulah menjadikan Amerika Latin sebagai mitra utama dalam hubungan luar negeri mereka, variabel maritime chokepoints of suez canal menjadi evidensi empirik dari hal tersebut. Di lain sisi, Tiongkok juga membutuhkan pengaruh dari negara regional Amerika Latin untuk kepentingan nasional mereka; Pertama, terkait pengakuan Taiwan. Kedua, kebijakan Belt Road Investment. Kemudian, sentimen anti-barat yang sedang tumbuh di regional Amerika Latin merupakan momen yang tepat bagi Tiongkok untuk menancapkan kuku mereka di regional tersebut.

    Penulis : Tata Auniyrahman