Rusia dan Sanksi Ekonomi

Fakta

• Presiden AS Joe Biden telah memberi sanksi ke Rusia lebih luas dalam upaya memutus Rusia dari ekonomi global. AS beri sanksi Rusia dengan menargetkan tindakan khusus terhadap para konglomerat dengan memburu aset mewah seperti kapal pesiar, bank-bank umum dan bank BUMN Rusia, serta menargetkan sanksi ke keluarga yang dekat Presiden Rusia Vladimir Putin
• Korea Selatan memutuskan untuk memberikan sanksi ke Rusia, dengan memperketat kontrol ekspor dan larangan ekspor barang-barang strategis. Korsel bergabung bersama negara-negara Barat untuk memblokir beberapa bank Rusia dari sistem pembayaran international
• New Zealand Selandia Baru beri sanksi ke Rusia dengan melarang perjalanan yang ditargetkan ke Rusia, dan melarang perdagangan ke militernya

 

Analysis

Sanksi ekonomi hanyalah retorika politik yang tidak realistis yang dimana dapat dijalankan karena mengabaikan integritas ekonomi global.

Riset menunjukkan bahwa rata-rata efek sanksi ekonomi hanya berhasil di 34% kasus, dengan tingkatan yang berbeda-beda, tergantung tujuannya. Semakin sederhana tujuan yang ingin dicapai – semisal pembebasan tawanan – semakin besar probabilitasnya untuk berhasil, sementara semakin kompleks tujuannya, semakin rendah keberhasilannya.

Sejak tahun 2014, Rusia sudah dijatuhi sanksi ekonomi karena menginvasi Semenanjung Krimea di Eropa Timur. Sejak saat itu juga, Rusia telah mengadopsi kebijakan ‘de-dollarization’, yakni mengurangi penggunaan dollar secara bertahap, termasuk dalam cadangan devisanya. Saat ini, hanya 16% dari total cadangan devisa Rusia yang berupa dollar, jauh jika dibandingkan dengan 40% cadangan devisa dollar yang dimiliki pada lima tahun lalu.

Rusia juga telah mengembangkan sistem transaksi dan komunikasi finansial domestik – jaringan Mir dan SPFS – sejak tahun 2014, setelah penggunaan Visa dan Mastercard diblokir. Dari segi barang dan jasa pun, Rusia sudah cukup lama mengisolasi diri untuk mengamankan ekonominya dari goncangan global.

Sanksi ekonomi juga berpotensi kurang efektif mengingat Uni Eropa – selaku salah satu entitas pemberi sanksi – memiliki tingkat ketergantungan tinggi pada Rusia, yang memasok sekitar 40% kebutuhan gas Uni Eropa.

Sebagai contoh, Jerman yang merupakan konsumen gas terbesar Rusia memutuskan untuk menunda Proyek Pipa Gas Nord Stream 2 demi memberikan tekanan ekonomi kepada Rusia. Cara tersebut tidak hanya akan menekan ekonomi Rusia, tapi juga Jerman sendiri. Rusia memang akan kehilangan konsumen terbesarnya, tapi Jerman juga akan kehilangan komoditas yang sangat dibutuhkan bagi masyarakatnya.

Menurut Doyle, visi negara liberal mendukung terciptanya kebebasan bagi semua bangsa seringkali tidak didukung dengan komitmen konkret untuk menyediakan pondasi ekonomi, politik, dan keamanan yang dibutuhkan negara-negara lain untuk mencapai kebebasan tersebut. Hal ini karena dalam prosesnya, biaya yang dibutuhkan dalam jangka panjang sangat besar, negara-negara liberal harus mengorbankan kebutuhan dan kepentingan domestik mereka.

Inilah mengapa dalam invasi Rusia terhadap Ukraina kali ini, AS dan NATO lebih memilih cara-cara yang berbiaya rendah seperti mengecam, memberikan sanksi ekonomi, dan mendorong usaha negosasi serta diplomasi, dibanding melakukan langkah konkret, seperti mengirimkan pasukan NATO untuk mendukung Ukraina secara langsung.

2 thoughts on “Rusia dan Sanksi Ekonomi”

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *